top of page
  • kelompoksetara

Pemecatan Pegawai KPK Disebut Untuk Membangun Citra Politik Ketua KPK



Dilansir dari Republika.co.id, Transparency International Indonesia (TII) menilai, pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi catatan buruk bagi pemberantasan rasuah ke depan. Terlebih pegawai yang diberhentikan merupakan penyelidik dan penyidik yang menangani perkara besar.

"Pemecatan sejumlah pegawai yang notabene adalah penyidik dan penyelidik senior yang sedang menangani kasus besar ini bisa menjadi preseden buruk bagi KPK dalam memberantas korupsi," kata Manajer Riset TII, Wawan Suyatmiko, di Jakarta, Jumat (17/9).

Dia khawatir ke depannya pimpinan KPK akan cenderung tebang pilih kasus. Apalagi, sambung dia, pimpinan KPK saat ini memiliki kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3).

Lebih jauh, dia menilai, pimpinan KPK terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan pemberhentian puluhan pegawai tersebut. Dia mengatakan, seharusnya masih ada kewenangan Presiden untuk memutuskan, sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia melanjutkan, pimpinan KPK juga mengabaikan temuan dan rekomendasi Ombudsman RI serta Komnas HAM. Kedua lembaga tersebut mendapati banyak kecacatan administrasi dan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status kepegawaian KPK.

Dikutip dari cnnindonesia.com, Dosen Politik Pemerintahan UGM Bayu Dardias Kurniadi menilai Ketua KPK Firli Bahuri ingin membangun citra di hadapan publik mengenai makna tindakannya sebagai 'pembersihan' KPK dari unsur-unsur yang tidak Pancasilais.

"Mereka (57 pegawai KPK) dianggap bertentangan dengan Pancasila karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan, karenanya KPK sudah bersih dari anasir-anasir itu tanggal 1 Oktober saat Hari Kesaktian Pancasila," kata Bayu kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (17/9).

Menurut Bayu, politik simbol yang dilakukan Firli tidak hanya soal pembersihan KPK dari unsur yang dianggap tidak pancasilais. Lebih dari itu, Firli ingin menunjukkan bahwa KPK tetap berfungsi tanpa campur tangan 57 pegawainya. Lewat operasi tangkap tangan di hulu sungai Kalimantan Selatan Kamis (16/9).

"Ini bukan berarti kebenaran sesungguhnya, hanya citra yang ingin dibangun oleh Firli," tutur Bayu.




Sumber:

Gambar:


29 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page